Kamis, 27 Oktober 2016

membaca telaah isi




MAKALAH
Ketrampilan Berbahasa & Sastra Indonesia

DosenPengampu :
Endang Pujihastuti, S.Pd, M.Pd












Di Susunoleh   :
NurAuliaKurnia (15141200)
FarisyAqimudin (15141204)
Yuliana Ririn





FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
IKIP PGRI MADIUN
2016

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang.
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/ tulisan (Tarigan,  1979: 7). Dalam membaca kita dapat mengenal empat  jenis membaca, yaitu membaca nyaring, membaca dalam hati, membaca telaah isi dan membaca telaah bahasa. Dalam penulisan makalah ini penulis membatasi pembahasan masalah yaitu telaah isi dan telaah bahasa.
B. Rumusan Masalah.
           Dalam penulisan makalah mengenai Membaca Telaah Isi dan Membaca Telaah Bahasa bila kita tidak menentukan patokan-patokan yang jelas mengenai hal-hal yang akan kita bahas tentunya kita akan memperoleh kesulitan dalam mengembangkan makalah ini. Mengingat adanya keterbatasan dalam kemampuan penulis dan demi terarahnya penulisan makalah maka penulis membatasi permasalahan pada hal-hal:
1. Membaca Telaah Isi.
           a. Apa yang dimaksud dengan membaca teliti?
           b. Apa yang dimaksud dengan membaca pemahaman?
           c. Apa yang dimaksud dengan membaca kritis?
           d. Apa yang dimaksud dengan membaca ide?
2. Membaca Telaah Bahasa.
           a. Apa yang dimaksud dengan membaca bahasa?
b. Apa yang di maksud dengan membaca sastra?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan :
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan membaca teliti ?
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan membaca pemahaman ?
3. Mengetahui apa yang dimaksud dengan membaca kritis ?
4. Mengetahui apa yang dimaksud dengan membaca ide ?
5. Mengetahui apa yang dimaksud dengan membaca bahasa?
6. Mengetahui apa yang dimaksud dengan membaca sastra ?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Membaca Telaah Isi.
          Menelaah isi suatu bacaan menuntut ketelitian, pemahaman, kekeritisan berfikir, dan keterampilan menangkap ide-ide yang tersirat dalam bahan bacaan yang kita baca, dikarenakan dalam kita menelaah isi bacaan kita tidak hanya sekedar membaca tetapi harus dapat mengambil maksud dan tujuan dari teks bacaan tersebut. Membaca telaah isi dapat dibagi atas :
1.     Membaca teliti
2.     Membaca pemahaman
3.     Membaca kritis
4.     Membaca ide.

1.     Membaca Teliti.
Membaca teliti merupakan suatu kegiatan yang sama pentingnya dengan membaca sekilas sering kali kita perlu membaca dengan teliti bahan-bahan bacaan yang kita sukai. Dalam kegiatan membaca teliti ini dituntut suatu pemutaran atau pembalikan pendidikan yang menyeluruh. Membaca teliti memerlukan keterampilan, antara lain :
·        Survei yang cepat untuk memperhatikan/melihat organisasi dan pendekatan umum.
·        Membaca secara seksama dan membaca ulang paragraf-paragraf untuk menemukan kalimat judul dan perincian-perincian penting.
·        Menemukan hubungan antara setiap paragraf dengan keseluruhan tulisan atau artikel.

a.     Membaca paragraf dalam pengertian.
Paragraf yang tertulis rapi biasanya mengandung sebuah pikiran pokok (central thought). Pokok pikiran terkadang dapat kita ekspresikan dalam suatu kalimat judul (topic sentence) pada awal paragraf. Tetapi ada pula pokok pikiran yang dinyatakan dalam dua atau tiga kalimat. Oleh karena itu kita perlu melatih diri mengenal pokok pikiran dalam paragraf serta melihat bagaimana caranya paragraf mengembangkan pikiran tersebut.
Beberapa cara yang bisa digunakan untuk mengembangkan pokok pikiran suatu paragraf,  yaitu :
a)   Dengan mengemukakan alasan-alasan tertentu yang terdapat dalam paragraf tersebut
b)   Dengan mengutarakan perincian-perincian
c)   Dengan mengetengahkan satu atau lebih contoh
d)   Dengan memperbandingkan atau mempertentangkan dua hal
Dalam pengembangan pokok pikiran dalam suatu paragraf yang harus diperhatikan adalah walaupun kebanyakan paragraf tidak tersusun sesuai dengan contoh, namun semua paragraf yang baik memiliki suatu organisasi yang dapat dikenal.
2.     Membaca Pilihan yang Lebih Panjang
Apabila kita sudah bisa membaca suatu paragraf dengan tepat, kita tidak akan menghadapi kesulitan dalam menghubungkan bab atau artikel yang memuat paragraf tersebut. Seperti juga halnya kalimat-kalimat yang mengembangkan pokok pikiran suatu paragraf, suatu paragraf pun turut menunjang dalam pengembangan pokok pikiran keseluruhan bab atau artikel.
3.     Membuat Catatan.
          Sebagai tambahan terhadap nilai catatan-catatan itu sendiri,  proses actual pembuatan catatan membantu kita dalam beberapa hal antara lain :
a)  Menolong kita memahami apa yang kita baca atau apa- apa yang kita dengar
b)  Membuat kita terus-menerus mencari fakta-fakta dan ide-ide yang penting
c)  Membantu ingatan kita.
Catatan yang dibuat bisa berdasarkan bacaan yang kita baca ataupun berdasarkan penjelasan atau paparan yang kita dengar.
4.     Dalam Kelas
Apabila kita sedang dalam lingkungan kelas ada halnya infornasi yang disampaikan oleh pendidik tidak ada dalam buku, maka hal yang harus kita lakukan adalah dengan cara mencatat hal-hal penting yang kita perlukan. Hal-hal yang dapat menolong kita dalam membuat catatan yang bermanfaat :
a.     Catatlah butir-butir yang penting beserta hal-hal yang turut menjelaskan serta menunjangnya.
b.     Dengarkanlah benar-benar isyarat yang diberikan oleh guru bahwa yang diberikannya itu penting.
c.      Usahakan untuk memperoleh bahan dari siapa saja.
d.     Periksalah kembali yang telah anda catat untuk mencegah kelupaan.
5.     Menelaah Tugas
Agar siswa bisa lebih memahami apa saja yang disampaikan pendidik serta menyelesaikan tugas dengan baik, maka perlu dibiasakan belajar dengan cara SQ3R yaitu Survey, Question, Read, Recite, Review. Apabila kita mempraktikan metode ini maka kita bisa menyelesaikan tugas dalam waktu yang singkat dan juga bisa memperoleh hasil yang baik. Berikut ini penjelasan mengenai metode SQ3R :
a) Survey ( Penelitian Pendahuluan ).
Hal yang bisa kita lakukan yaitu dengan cara memeriksa keseluruhan judul-judul, sub judul, bab utama. Tidak lupa juga perhatikan organisasi bab tersebut. Baca secara sekilas paragraph pertama.
b) Question ( Tanya )
Apabila kita membaca untuk bisa memperoleh jawaban dari pertanyaan yang sudah kita punyai biasanya kita akan lebih teliti serta berhati-hati dalam membaca baik itu kalimat maupun kata oleh sebab itu siapkanlah beberapa pertanyaan sebelum kita akan membaca.
c) Read ( Baca )
Bacalah paragraph demi paragraph dengan seksama, karena setiap paragraph memiliki pokok pikiran yang bisa kita perileh dengan cara-cara yang sudah kita jelaskan sebelumnya.
d) Recite ( Ceritakanlah Kembali dengan Kata – kata Sendiri)
Apabila kita sudah membaca dengan teliti maka ingatlah kembali isi bacaan yang kita baca kemudian, ingtlah bab-sub bab yang terpenting atau juga kata kunci dari hal-hal yang terpenting kemudian bila kita sudah bisa memahaminya cobalah menjawab pertanyaan dengan menggunakan kata-kata kita sendiri berdasarkan atas apa yang sudah kita baca dan pahami.

e) Review ( Tinjau Kembali )
Periksa kembali bahan yang sudah kita baca dengan cara meluhat judul, gambar, diagram tinjau kembali pertanyaan, dan saran-saran studi lainnya.
1.2.2 Membaca Pemahaman
Membaca pemahaman atau ( reading for understanding ) adalah sejenis membaca yang bertujuan hal-hal sebagai berikut :
1.Standar-standar atau norma-norma kesastraan
Penulis kreatif dalam bidang fiksi, drama, puisi, biografi dll. Memiliki beberapa pengalaman hidup yang hendak disampaikan kepada pembacanya.
2. Resensi kritis
Ditinjau dari segi batas kemampuan kita sebagai manusia, tidaklah mungkin membaca semua buku dan artikel yang baik setiap harinya. Agar bisa tetap memperoleh informasi tentang apa yang dipikirkan serta yang ditulis dalam kehidupan orang-orang besar,  maka seseorang dapat membaca resensi-resensi kritis mengenai fiksi maupun non fiksi.
3. Drama tulis
Ada dua cara untuk menikmati sandiwara/ drama. Yang pertama dalam tingkatan aksi primitive, disini penonton mengalami getaran ketegangan, kekejaman yang diperankan. Media visualnya adalah komik-strip, gambar hidup, dan film di televisi.
Yang kedua tingkat individual yang bersifat interpretatif, yang pembacanya dapat menarik kesimpulan, memvisualisasikan tokoh, serta memproyeksikan akibat –akibat. Sikap kritis yang logis terhadap drama antara lain:
a.     Prinsip-prinsip kritik drama
   Seorang dramawan Jerman yang bernama Goethe memformulasikan tiga prinsip drama yang biasa disebut “Prinsip Goethe” yaitu:
I.                   Apakah yang hendak dilakukan seorang seniman?
II.                Betapa baikkah dia melakukan hal itu?
III.             Bermanfaatkah hal itu di lakukan?
b.     Unsur-unsur drama
Unsur-unsur yang membentuk suatu bagian setiap lakon yang baik meliputi:
1.  Plot
Bagian plot dalam drama yaitu eksposisi, komplikasi, dan resolusi.
2.  Karakterisasi
Beberapa tokoh beserta fungsinya dalam lakon yaitu:
a.     Tokoh gagal, tokoh badut, atau the foil. Berfungsi sebagai tukang badut, yang secara incidental bertindak sebagai badut.
b.     Tokoh idaman atau type character. Tokoh ini lebih cepat dikenal. Tokoh idaman membuat tokoh individual semakin lebih hebat dan semakin luar biasa.
c.      Tokoh statis atau the ststic character. Tokoh ini tidak ada mengalami perubahan mulai dari awal sampai akhir lakon.
d.     Tokoh yang berkembang. Tokoh ini mengalami perkembangan di dalam lakon.
3.  Dialog
Dialog mempunyai dua tuntutan yang harus di penuhi, yaitu:
1.     Dialog harus dapat menunjang aksi.
2.     Dialog yang diucapkan saat pementasan harus di tambah-tambahi dan di lebih-lebihkan.
4.  Aneka sarana kesastraan
Sarana kesastraan yang dapat menunjang kesuksesan suatu drama diantaranya adalah:
1.     Gaya bahasa ulangan
2.     Gaya bahasa dan suasana yang serasi
3.     Simbolisme atau perlambangan
4.     Empati serta jarak estetik
5. Jenis-jenis drama
Ada empat jenis lakon , yaitu:
1.  Tragedi
Tragedi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
·  Sebuah lakon yang sedih.
·  Pelaku utama memiliki sifat kepahlawanan yang gagah berani.
·  Tidak ada kepercayaan besar yang diletakkan pada kejadian yang murni, apa yang akan terjadi haruslah terjadi.
·  Rasa kasihan dan takut merupakan emosi dasar.

2.  Komedi
Komedi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
v Lakon ini mengenai suatu subyek yang serius.
v Lakon ini mengenai peristiwa yang kemungkinan besar akan terjadi.
v Sesuatu yang terjadi muncul dari tokoh bukan dari situasi.
v Lakon ini menimbulkan gelak tawa.
3.  Melodrama
Melodrama mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a)     Menampilkan suatu subyek yang serius.
b)    Unsur kejadian yang kebetulan ada masuk kedalamnya.
c)     Emosi atau rasa kasihan memang harus ditimbulkan.
d)    Seorang pahlawan harus memenangkan perjuangannya.
4.  Farce
Farce mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1)    Peristiwa dan tokoh dalam lakon ini memang ada, tetapi tidak besar kemungkinannya.
2)    Menimbulkan kelucuan yang tidak karuan.
3)    Bersifat episodik
4)    Segala yang terjadi timbul dari situasi


4. Pola-pola fiksi
a. Pengertian fiksi
Fiksi merupakan penyajian atau presentasi seorang pengarang memandang hidup.Penulis mempunyai ide-ide mengenai kehidupan, sekalipun dia mungkin tidak pernah bersusah payah menyatakan ide-ide tersebut pada dirinya sendiri dalam istilah-istilah umum.
b. Fiksi dan Nonfiksi
Perbedaan yang utama yang membedakan antara fiksi dengan non fiksi terletak pada tujuan. Maksud dan tujuan pada narasi yang non-fiksi, seperti sejarah, biografi, berita dll. Adalah untuk menciptakan kembali apa yang telah terjadi secara actual. Atau kita juga bisa mengatakan bahwa cerita non fiksi bersifat aktualis sedangkan cerita fiksi bersifat realitas.


c. Unsur-unsur Fiksi
Dalam penulisan sebuah fiksi, perlu diperhatikan prinsip-prinsip teknis sebagai berikut :
1) Permulaan dan eksposisi
2) Pemerian dan latar
3) Suasana
4) Pilihan dan saran
5) Saat penting
6) Puncak, klimaks
7) Pertentangan, konflik
8) Rintangan, komplikasi
9) Pola atau model
10) Kesudahan
11) Tokoh dan aksi
12) Pusat minat
13) Pusat tokoh                                                   
14) Pusat narasi
15) Jarak
16) Skala
17) Langkah
d. Jenis- Jenis Fiksi
Fiksi diklasifikasikan berdasarkan :                                                 
1) Berdasarkan bentuk
       Berdasarkan bentuknya,  fiksi dapat dibagi atas 5 golongan, yaitu:
a)     Novel istilah kita roman, dari bahasa Belanda.
b)    Novelette (istilah kita novel, dari bahasa Belanda “novella” yang  pada gilirannya berasal dari bahasa Prancis “nouvelle” yang berarti hal yang baru.
c)     Short story (bahasa kita adalah cerita pendek).
d)    Short short story (dinamakan cerita singkat).
e)     Vignette (dinamakan begitu karena sangat singkat, dalam bahasa Prancis vignette berarti gambar kecil untuk hiasan).
(Notosusanto; 1957: 29).





2) Berdasarkan isi
     Berdasarkan isi, fiksi terbagi 8 jenis, yaitu:
Ø Impresionisme
Berarti pemberian kesan kesan panca indra dengan tidak merupakan sesuatu bentuk yang tertentu.
Ø Romantik
Adalah cara mengarang yang mengidealisasikan penghidupan dan pengalaman manusia.
Ø Realisme
Berarti cara menulis yang memperhatikan manifestasi jasmani yang tampak dari luar.
Ø Sosialis-realisme
Adalah cara melukis kehiduapan yang materialistis dan dangkal berdasarkan dogma.
Ø Realisme sebenarnya
Adalah cara menulis yang menunjukkan pemandangan kesatuan yang utuh.
Ø Naturalisme
Suatu cara menulis yang melukiskan dengan cermat dan teliti yang dapat dilihat, dirasa oleh panca indra.
Ø Ekspresionisme
Semua menyembur keluar dari dalam diri pengarang sendiri.
Ø Simbolisme
Sebuah benda atau sesuatu yang kongkrit. (Tarigan; 1978b : 49-53).


3) Berdasarkan kritik sastra
                               I.            Novel yang menuntut kritik sastra yang serius.
a.     Novel-novel yang baik
b.     Novel-novel yang mungkin saja baik
                            II.            Novel-novel yang berada dibawah taraf kritik sastra yang serius.
1.     Taraf sedang
2.     Taraf rendah
e.Pertanyaan-pertanyaan pembimbing meresensi fiksi
         A. Tema
         B. Point of view
         C. Tokoh
         D. Plot
         E. Bahasa
5.     Membaca  kritis  
         Membaca kritis adalah sejenis membaca yang dilakukan  secara bijaksana, penuh tenggang hati , mendalam evaluatif, serta analitis, dan bukan hanya untuk mencari kesalahan.
(Albert [ et al] 1961b : 1).
         Pada umumnya membaca kritis menuntut pembaca agar mereka:
a)     Memahami maksud penulis.
b)    Memahami organisasi dasar tulisan.
c)     Dapat menilai penyajian penulis.
d)    Dapat menerapkan prinsip-prinsip kritis bacaan.
e)     Meningkatkan minat baca.
f)      Mengetahui prinsip-prinsip pemilihan bahan bacaan.
g)     Membaca majalah atau publikasi-publikasi periodik dengan serius.
A.   MEMBACA TELAAH BAHASA.
          Pada hakekatnya segala sesuatu yang kongkrit terdiri atas bentuk dan isi atas jasmani dan rohani. Isi dianggap sebagai yang bersifat rohaniah dan bahasa sebagai yang bersifat jasmaniah. Keduanya merupakan dwi tunggal yang utuh. Isi dan bacaan merupakan bacaan yang mencerminkan keindahan serta kemanunggalannya.
         Membaca telaah bahasa mencakup:
a)     Membaca bahasa (asing) atau (foreign) language reading.
b)    Membaca sastra (literary reading).
1.     Membaca Bahasa
          Tujuan utama membca bahasa adalah:
1)    Memperbesar daya kata (increasing word power).
2)    Mengembangkan kosa kata (developing vocabulary).
 Setiap orang mempunyai dua jenis umum daya kata. Yang pertama digunakan dalam berbicara dan menulis. Yang kedua digunakan dalam membaca dan menyimak.
      I.   Memperbesar daya kata
       Kegiatan membaca bahasa demi memperbesar  daya kata, ada beberapa hal yang harus kita ketahui, yaitu:
a.     Ragam-ragam bahasa
Ragam bahasa dapat dibedakan menjadi 5 bagian, yaitu:
Bahasa formal atau bahasa resmi, yaitu bahasa yang dipakai pada saat resmi, misalnya pidato kenegaraan dan tajuk rencana di Koran terkenal.
·        Bahasa informal atau bahasa tidak resmi, yaitu bahasa yang dipakai pada situasi yang tidak resmi, misalnya bahasa yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari.
·        Bahasa percakapan atau colloquial language, yaitu bahasa yang umum dipakai dalam percakapan atau bahasa yang dipakai semenjak kecil.
·        Bahasa kasar atau vulgar language, yaitu bahasa yang tidak baku atau bahasa orang yang buta huruf. Vulgar mengarah kepada ketidaksenonohan yang kasar.
·        Bahasa slang, yaitu bahasa yang ditujukan pada kelompok-kelompok khusus serta terbatas.
·        Bahasa teknis atau technical language, yaitu bahasa yang pada profesi tertentu, seperti dokter, hakim, dan insinyur. (Albert [et al] ; 1961a: 58-59; Barrett; 1956 : 2021 : Moore, 1960: 210-212; Perrin, 1968: 18-19).
b.     Mempelajari makna kata dari konteks
           Untuk memiliki kosa kata yang efektif, kita harus membuat suatu upaya untuk memperoleh kata yang baru untuk menempati wadah kata-kata yang harus kita buang. Ada dua cara, yaitu melalui pengalaman dan melalui membaca.
            Makna kata dapat kita pelajari melalui pengalaman. Semakin banyak pengalaman yang kita miliki, maka semakin banyak pulalah kosakata kita. Kosa kata ini dapat kita peroleh dari tempat-tempat baru yang kita kunjungi, tugas-tugas baru yang kita kerjakan, teman setra kenalan baru yang kita paroleh, semua itu membantu kita untuk memperluas dan memperkaya
           Yang kedua adalah mempelajari makna kata dari bacaan. Cara yang terbaik untuk memperoleh kata-kata baru adalah melalui bacaan yang kita baca. Secara tidak langsung sadar atau tidak sadar kita membaca sepanjang waktu, seperti membaca novel, buku pegangan, cerita pendek, membaca tanda-tanda, iklan dalam bus, di toko, di jalan, membaca cerita berita, artikel, majalah, dan data-data olahraga. Kita dapa membaca aneka ragam hal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
            Bagian lisan atau tulisan tempat sebuah kata muncul disebut konteks, atau hubungan kata-kata. Ada beberapa cara, konteks dapat mencerminkan makna suatu kata, yaitu:
a)     Konteks dapat membatasi kata. Cara yang paling jelas dan nyata untuk mencerminkan makna adalah dengan definisi atau batasan yang ikhlas dan langsung. Setiap penulis akan berusaha membatasi istilah-istilah yang dipakai dalam tulisannya.
b)    Konteks dapat memasukkan suatu perbandingan atau pertentangan, suatu komparasi atau kontras,yang dapat menolong kita memahami makna kata.
c)     Suasana (mood atau sence) bagian keseluruhan dapat mencerminkan makna kata.
           Suatu prinsip umum yang selalu harus diingat dan disadari yaitu: kita tidak akan pernah memperoleh segala makna dari satu konteks.
c.      Bagian-bagian kata
       Sebagai tambahan dalam penggunaan petunjuk-petunjuk konteks menentukan makna suatu kata baru, kita dapat memperhitungkan maknanya dari pengetahuan  mengenai bagian-bagian kata. Banyak, tetapi tidak semua, kata yang terdiri atas bagian-bagian berikut ini:
I.                   Prefiks (atau awalan)
II.                Root  (akar atau dasar kata)
III.             Suffiks (atau akhiran)
IV.            Infiks (atau sisipan).
d.     Penggunaan kamus
       Buku sumber terbesar dari segalanya, yaitu kamus,dalam pengembangan suatu kosa kata yang ekstensif. Kamus adalah rekaman kata-kata yang membangun sesuatu bahasa. Sedangkan bahasa adalah suatu yang hidup, tumbuh, berkembang, dan berubah. Oleh karena itu, kalau ingin mengetahui kata-kata yang dipergunakan oleh para pembicara dan penulis terkenal dalam suatu Negara, maka kamus lah yang merupakan rekaman yang terbaik, catatan atau dokumen yang terbaik. Dari kamus kita dapat belajar bentuk, jenis, dan kekerabatan kata-kata.
e.      Aneka makna
       Kita tahu bahwa kamus adalah suatu sumber yang penting bagi pemerolehan kata-kata baru. Namun masi ada sumber daya kata tersembunyi lainnya, yaitu telaah makna-makna varian yang beraneka ragam.
         Kita harus paham tentang hamonim yaitu kata yang sama bentuk bunyinya, tetapi berbeda makna.
Contoh:
          Kukur I           “alat pemarut”
          Kukur II          “bunyi balam atau burung tekukur”.
          Tanjung I                  “sejenis bunga”
          Tanjung II       “tanah yang menjorok ke laut”.
        Penggunaan kata yang tepat, yaitu kata yang benar-benar sesuai dalam kalimat, menuntut kecermatan yang bijaksana dari pembaca. Waktu tambahan yang digunakan untuk mencari kata yang tepat dan terasa dalam sesuatu konteks akan memegang peran penting padapenggunaan bahasa yang lebih efektif.
f.    Idiom
      Kelompok kata-kata disebut idiom. Idiom adalah kelompok kata-kata yang mengandung makna khusus. Idiom merupakan ekspresi yang tidak dapat dimengerti dari makna terpisah, makna sendiri-sendiri dalam kelompok itu. Kata-kata itu harus di perlakukan “sebagai suatu keseluruhan”.
                Buah baju                “kacing”
                Buah tangan            “oleh-oleh”
                Buah pikiran           “pendapat”
                Buah pena               “karangan”
                Buah hati                 “kekasih”
(Badudu; 1975: 51-52).



g.  Sinonim dan antonim
        Kita perlu mengetahui cara menggunakan sinonim dan antonim dalam berbicara dan mrnulis, dan memahaminya dalam kegiatan membaca.
        Sinonim adalah kata-kata yang mempunyai makna umum yang sama atau bersamaan (Barret: 1956: 302), tetapi berbeda dalam notasi atau nilai kata (Perrin; 1968: 348).
     Mati          “meninggal dunia
                       “wafat”
                       “mampus”
                       “menutup mata untuk selama-lamanya”
         Antonim adalah kata-kata yang berlawanan maknanya (Albert [et al]; 1961a: 81).
Contoh antonim:
       Kaya – miskin
       Pintar – tolol
       Cantik – jelek.
h.  Konotasi
        Konotasi atau nilai kata ini cenderung menyentuh hati kita secara mendalam dan membangkitkan arus-arus dalam yang terpendam yang kadang mempesona kita dengan kejutan. Konotasi suatu kata adalah asosiasi yang ditimbulkannya dalam hati kita. (Albert [et al] ; 1961a: 83).
        Tidak semua kata memiliki daya-daya konotatif; misalnya artikel, konjungsi, preposisi.
         Secara umum terdapat dua jenis konotasi, yaitu konotasi pribadi (atau personal connotations) dan konotasi umum (atau general connotations). Konotasi pribadi adalah hasil dari pengalaman pribadi seseorang. Konotasi umum adalah hasil dari pengalaman orang-orang sebagai suatu kelompok sosial. Semua konotasi berakar pada konotasi pribadi. (Montgomery & Sutherland; 1962: 9-11).
         Setiap kata mempunyai arti pusat dan arti tambahan; mempunyai denotasi dan konotasi. Denotasi mengacu pada batasan harfiah pada sesuatu kata, kepada makna yang disepakati oleh kebanyakan orang.
i.    Derivasi kata
         Telaah mengenai asal usul kata atau derivasi kata, bukan hanya merupakan sesuatu yang bermanfaat tetapi juga sangat menarik hati.
         Jika ingin memperkaya kosa kata kita serta meningkatan daya kata maka pengetahuan mengenai derivasi atau asal usul kata sangat penting.
   II. Mengembangkan kosa kata kritik
      Dalam upaya mengembangkan kosa kata kritik, perlu kita ketahui beberapa hal, yaitu:
a)     Bahasa kritik sastra
     Ada dua fakta yang sangat penting mengenai kata-kata:
                                                  i.            Kebanyakan kata dalam pemakaian umum mengandung lebih dari satu makna.
                                               ii.            Kita tidak akan pernah memperoleh segala makna dari sesuatu kata dalam setiap pertemuan dengannya.
                 Ada kata-kata yang mengekspresikan kemurahan hati, ketidak setujuan, ketidakacuhan, atau ketidakpastian dengan tepat dan jelas. Semua itu merupakan alat atau sarana berpikir jelas dan tepat. Mempelajari kata-kata tersebut dengan maksud agar kita dapat mempergunakannya secara tepat berarti membuka semua dunia baru tempat intelegensi kita dapat beroperasi. Dan ini semua merupakan modal yang sangat berharga untuk memahami bahan bacaan. (Albert [et al] ; 1961c: 29-31).
b)    Memetik makna dari konteks
  Contoh:
(i)     Anak itu semenjak lahir sudah bisu. (bisu “tidak dapat bicara”).
(ii)   Waktu ditanya oleh polisi , pencuri itu bisu seribu kata (bisu “diam”).
(iii)Lebih baik membisukan diri daripada mengucapkan kata-kata makian. (membisukan diri “menahan diri”; berdiam berdiam diri”).
      Ketiga kalimat diatas mengilustrasikan kenyataan bahwa ragam-ragam makna dalam suatu kata tidak pernah tercerminkan dalam satu bagian tertentu. Baiklah kita singgung dulu tiga jenis makna, yaitu:
1.     Makna yang bersifat menunjukkan (designative meaning) adalah jumlah karakteristik yang harus dimiliki oleh benda tertentu kalau kata itu diterapkan padanya.
2.     Makna konotatif (connotative meaning) adalah segala sesuatu yang disarankan , yang diajurkan oleh kata itu.
3.     Makna denotatife (denotative meaning) adalah sesuatu atau segala sesuatu yang dapat di terapi oleh kata tersebut.
c)   Petunjuk-petunjuk konteks
       Secara garis besar, terdapat lima cara konteks mencerminkan makna, yaitu:
I.             Definisi atau batasan. Metode yang paling jelas dan langsung mencerminkan makna adalah dengan batasan atau definisi pada saat itu juga.
II.          Uraian baru (atau restatement). Kadang-kadang seseorang penulis menjelaskan suatu istilah atau frase  dengan suatu uraian baru.
III.       Mempergunakan pengubah (modifier) dalam suatu frase atau klausa pengubah, seorang penulis memperkenalkan makna suatu istilah.
IV.      Mempergunakan kontras. Seorang penulis membuat suatu kontras yang bertujuan untuk mempermudahkan pembaca untuk menguraikan serta menangkap makna sesuatu kata baru.
III. Membaca Sastra
         Keindahan suatu karya sastra tercermin dari keserasian, keharmonisan antara keindahan bentuk dan keindahan isi. Dengan kata lain suatu karya sastra dikatakan indah kalau baik bentuknya maupun isinya sama- sama indah, terdapat keserasian, keharmonisan antara keduanya.





1.     Bahasa ilmiah dan bahasa sastra
Memperbincangkan perbedaan penggunaan bahasa dalam karya ilmiah dan karya sastra, makna maka pada dasarnya kita memperbincangkan masalah konotasi dan denotasi dalam kegiatan menulis.
Bahasa ilmiah pada umumnya bersifat denotatif; dan bahasa sastra vpada umumnya bersifat konotatif.
2.     Gaya bahasa
        Dalam ke-konotatifan bahasa sastra, yang melibatkan emosi dan nilai – nilai, maka dalam membaca sesuatu karya sastra haruslah terlebih dahulu dibekali dengan pengetahuan mengenai gaya bahasa.
        Ada 3 Pembicaraan mengenai Gaya Bahasa hal yang Umum Saja, antara lain :
a.     Perbandingan, yang mencakup metafora, kesamaan dan analogi
b.     Hubungan, yang mencakup metonemia dan sinekdok
c.      Taraf pernyataan, yang mencakup hioperbola, litotes, dan ironi.
3.     Perbandingan
            Gaya bahasa metafora, kesamaan, dan anologi sama–sama membuat komparasi atau perbandingan tetapi dengan cara yang berbeda–beda.
     a.Metafora adalah sejenis gaya bahasa perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi.
b. Kesamaan berbeda dari metafora dalam hal : kalau metafora menyatakan secara tidak langsung maka gaya bahasa kesamaan atau persamaan menyatakan serta menegaskan bahwa yang satu sama dengan yang lain; biasanya mempergunakan kata–kata seperti, sebagai dan sejenisnya.
c. Analogi, agak berlainan dengan metafora dengan kesamaan, biasanya melihat beberapa titik persamaan, bukan hanya satu saja.

4.     Hubungan    
  Sinekdohe dan metonimia termasuk gaya bahasa hubungan relationsip kedua – duanya menggantikan nama sesuatu dengan yang lainnya ang ada hubungannya.
Metonimia adalah penggunaan satu kata bagi yang lainnya yang dimaksud:
     a. Materi bagi obyek ang terbuat dari padanya
     b. Pencipta atau sumber sesuatu
     c. Sesuatu kata yang ada hubungannya yang erat dengan obek
5.     Pernyataan
        Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih – lebihan dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk meningkatkan pesan dan pengaruh.
        Litotes adalah kebalikan dari hiperbola, sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang dikecil – kecilkan dari kenyataan yang sebenarnya.
      Ironi adalah sejenis gaya bahasa yang mengimplikasikan sesuatu yang nyata bberbeda, bahkan ada kalanya bertentangan darti apa ang sebenarna dikatakan itu.











BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil perangkuman materi maka dapat diambil kesimpulan sebadai berikut :
Membaca telaah isi yaitu sesuatu bacaan menuntut ketelitian, pemahaman, kekritisan, berfikir serta keterampilan menangkap ide-ide yang tersirat dalam bahasa bacaan dan memiliki sifat rohani, sedangkam membaca telaah bahasa memiliki sifat jasmani

4.2. SARAN
Membaca telaah isi dan membaca telaah bahasa merupakan suatu kegiatan membaca yang harus dikembangkan dan dibiasakan dalam proses belajar, maupun proses mengkaji isi bacaan. Oleh sebab itu peningkatan minat membaca teliti harus di timbuhkan sejak dari usia dini agar bisa mencapai tujuan yang diinginkan kelak.











DAFTAR PUSTAKA
1. Tarigan, Henry Guntur 1979. Membaca Sebagai Suatu KeterampilanBerbahasa.Bandung : Angkasa


Tidak ada komentar:

Posting Komentar